• SMK MUTU BANDONGAN
  • Success By Discipline

Melampaui Kartini: Perjuangan Perempuan Nusantara

     Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia merayakan Hari Kartini. Tokoh bangsawan Jawa ini dikenal luas karena pemikirannya tentang emansipasi perempuan, terutama melalui surat-suratnya yang kemudian dibukukan. Ia dianggap sebagai pelopor kebangkitan kaum perempuan dari keterkungkungan budaya patriarki, yang katanya hanya mengizinkan perempuan untuk macak, manak, masak (berdandan, melahirkan anak, dan memasak). Namun, benarkah perempuan Indonesia sepanjang sejarah hanya menjadi korban diskriminasi dan dibatasi ruang geraknya?
 
Sejarah menunjukkan sebaliknya.
 
       Jauh sebelum Kartini menulis pemikirannya, perempuan-perempuan luar biasa telah tampil sebagai pemimpin dan pejuang yang berdiri sejajar dengan pria. Ratu Kalinyamat memimpin Jepara dan dikenal sebagai panglima perang yang ditakuti Portugis. Cut Nyak Dien bertempur langsung di medan perang melawan Belanda, bahkan melanjutkan perjuangan suaminya setelah ia gugur. Nyai Ahmad Dahlan (Nyai Walidah) turut membangun sistem pendidikan modern untuk perempuan dalam Muhammadiyah. Dan Nyi Ageng Serang, perempuan tangguh dari Kedhunglo, memimpin pasukan dalam Perang Diponegoro di usia yang sudah lanjut, menunjukkan bahwa keberanian dan kepemimpinan perempuan bukan hal asing dalam sejarah Nusantara.
      Ini bukan sekadar simbolis, melainkan perjuangan nyata di tengah penjajahan dan tekanan militer. Mereka tidak hanya memprotes di atas kertas, mereka mengangkat senjata, membangun sekolah, dan memimpin perlawanan.
      Jika dilihat lebih jernih, permasalahan utama perempuan zaman dulu bukanlah diskriminasi gender yang disengaja, tetapi keterbatasan ekonomi dan akses pendidikan secara umum. Dalam masyarakat agraris dan terjajah, baik laki-laki maupun perempuan sulit memperoleh pendidikan tinggi. Maka ketika perempuan memilih menikah muda, itu lebih karena kondisi sosial-ekonomi, bukan penindasan struktural terhadap perempuan.
      Pemikiran Kartini tetap punya tempat, terutama dalam konteks bangsawan Jawa yang memang hidup dalam sistem feodal yang ketat. Namun, menjadikannya satu-satunya simbol perjuangan perempuan Indonesia adalah bentuk simplifikasi sejarah. Ia bukan satu-satunya, apalagi yang paling heroik. Dalam hal keberanian, pengorbanan, dan kontribusi nyata, tokoh-tokoh seperti Ratu Kalinyamat, Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang, dan Nyai Walidah layak mendapat tempat setara, bahkan mungkin lebih besar dalam narasi sejarah kita.
      Sudah waktunya Indonesia melampaui narasi tunggal. Emansipasi perempuan bukanlah milik satu tokoh atau satu golongan. Ia tumbuh dari berbagai arah, dari darah, dari medan perang, dan dari pendidikan. Semua perempuan pejuang itu adalah Kartini dengan caranya sendiri.

Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Berbuat Baik Kepada Sesama Serta Peringatan Untuk Orang Yang Celaka

Berbuat Baik Kepada Sesama Surah Ali 'Imran ayat 134. Berikut adalah ayat lengkapnya:   الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرّ

13/04/2025 13:50 WIB - Jangkung Santoso
Bersukur Bermakna Merepotkan Diri Seorang Hamba Dengan Hanyut Dalam Ibadah[1]

  وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : كَانَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ

25/02/2025 10:19 WIB - Jangkung Santoso
Tiga Ciri Sifat kerja Keras

Ulasan singkat tentang pekerja keras akan memberikan wawasan lebih untuk mengembangkan profile diri menjadi lebih baik. Bekerja keras harus diawali dengan niat yang baik dan Langkah yan

21/02/2025 11:17 WIB - Jangkung Santoso